Minggu, 16 Januari 2011

Pendidikan Agama dan Keagamaan Implementasi PP. No. 55 Tahun 2007

Pengasuh Panti Asuhan Hidayatul Ummah
PENDAHULUAN
Saat ini, banyak suara-suara miring yang diperdengarkan oleh para ahli dan masyarakat pada umumnya tentang persoalan moralitas anak bangsa yang diduga telah berjalan dan mengalir ke luar dari garis-garis humanitas yang sejati. Banyak kalangan yang mengkhawatirkan akan dan atau bahkan mungkin telah adanya dekadensi moral berkepanjangan yang tentu akan meniscayakan penurunan harkat dan martabat kemanusiaan. Kondisi kemanusiaan semacam ini dipertegas lagi dengan derasnya arus informasi dan komunikasi di era globalisasi saat ini yang mana setiap saat orang berhadapan dengan berbagai macam pandangan, ideologi dan gaya hidup yang sedemikian rupa yang dapat saja menggoncangkan kestabilan moralitas yang telah terbangun rapi selama ini. Bahkan kondisi ini tidak jarang pula akan menerpa sendi-sendi kehidupan keberagamaan sebagai bangunan dasar moralitas itu sendiri.
Kualitas kemanusiaan selalu berkenaan dengan nilai-nilai agama yang teraplikasi dalam kehidupan nyata, baik dalam kehidupan individual dan sosial, maupun dalam bentuk hubungan dengan alam dan Penciptanya. Atas dasar tesis ini pula, wajar jika persoalan agama merupakan persoalan yang tidak akan pernah gersang untuk ditelaah. Kecuali itu, eksistensi moral inipun sangat menentukan bagi kualitas manusia sebagai agen perubahan atau pembuat sejarah. Hal ini semakin bermakna jika dihubungkan dengan sasaran fundamental setiap aspek psiko-relijius dan psiko-sosial manusia yang secara nyata memang bersentuhan langsung dengan persoalan moral. Bahkan Islam sendiri memberikan keyakinan ontologisnya bahwa tugas pokok kenabian sendiri tidak lain adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan moral manusia1.
Dengan demikian perangkat peraturan perundang-undangan hendaknya dilihat sebagai prasyarat minimal untuk menuju ke arah yang lebih bersifat penyadaran (conscientization).2 Maksudnya, kesadaran bahwa manusia hidup di tengah pluralitas3 sosial, budaya, ekonomi dan agama.4 Ini jelas lebih rumit ketimbang sekadar menciptakan regulasi dan bersifat gradual serta inkremental karena membutuhkan stamina yang cukup dan waktu yang lama. Apabila proses penyadaran ini berhasil, kita dapat menangguk hasil yang lebih permanen. Kiat-kiat diversivikatif untuk menandai berjalannya proses penyadaran yang lebih tahan lama ini bisa ditempuh melalui beberapa cara, di antaranya lewat jalur pendidikan.

PEMBAHASAN

Pendidikan Agama Dan Keagamaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (3) berbunyi: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang". Atas dasar amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahan Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa strategi pertama dalam melaksanakan pembaruan sistem pendidikan nasional adalah "pelaksanaan pendidikan agama dan akhlak mulia".
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 37 ayat (1) mewajibkan Pendidikan Agama dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan agama pada jenis pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, dan khusus disebut "Pendidikan Agama". Penyebutan pendidikan agama ini dimaksudkan agar agama dapat dibelajarkan secara lebih luas dari sekedar mata pelajaran/kuliah agama. Pendidikan Agama dengan demikian sekurang-kurangnya perlu berbentuk mata pelajaran/mata kuliah Pendidikan Agama untuk menghindari kemungkinan peniadaan pendidikan agama di suatu satuan pendidikan dengan alasan telah dibelajarkan secara terintegrasi. Ketentuan tersebut terutama pada penyelenggaraan pendidikan formal dan pendidikan kesetaraan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 12 ayat (1) huruf a mengamanatkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama. Ketentuan ini setidaknya mempunyai 3 (tiga) tujuan, yaitu pertama, untuk menjaga keutuhan dan kemurnian ajaran agama; kedua, dengan adanya guru agama yang seagama dan memenuhi syarat kelayakan mengajar akan dapat menjaga kerukunan hidup beragama bagi peserta didik yang berbeda agama tapi belajar pada satuan pendidikan yang sama; ketiga, pendidikan agama yang diajarkan oleh pendidik yang seagama menunjukan profesionalitas dalam penyelenggaraan proses pembelajaran pendidikan agama.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan merupakan kesepakatan bersama pihak-pihak yang mewakili umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Masing-masing telah memvalidasi rumusan norma hukum secara optimal sesuai karakteristik agama masing-masing.5

Pengertian Pendidikan Agama dan keagaman
Agama memberikan motifasi hidup dan kehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat penting . Oleh karena itu agama perlu diketahui, dipahami, diyakini, dan diamalkan oleh manusia Indonesia agar dapat menjadi dasar kepribadian sehingga dapat menjadi manusia yang utuh .6
Dari segi etimologi atau bahasa, kata pendidikan berasal kata "didik" yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an sehingga pengertian pendidikan adalah sistem cara mendidik atau memberikan pengajaran dan peranan yang baik dalam akhlak dan kecerdasan berpikir.7
Kemudian ditinjau dari segi terminology, banyak batasan dan pandangan yang dikemukakan para ahli untuk merumuskan pengertian pendidikan, namun belum juga menemukan formulasi yang tepat dan mencakup semua aspek, walaupun begitu pendidikan berjalan terus tanpa menantikan keseragaman dalam arti pendidikan itu sendiri.
Diantaranya ada yang mengemukakan pengertian pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1.8
Kata pendidikan berasal dari kata didik yang berarti menjaga, dan meningkatkan. (Webster's Third Digtionary), yang dapat didefinisikan sebagai berikut.
  1. Mengembangkan dan memberikan bantuan untuk berbagai tingkat pertumbuhan atau mengembangkan pengetahuan, kebijaksanaan, kualitas jiwa, kesehatan fisik dan kompetensi.
  2. Memberikan pelatihan formal dan praktek yang di supervisi.
  3. Menyediakan informasi.
  4. Meningkatkan dan memperbaiki.9
Dari pengertian di atas, pendidikan merupakan sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa memiliki hubungan yang signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa mendatang. Dengan demikian, "pendidikan merupakan sarana terbaik untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia" 10
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan selalu berkembang, dan selalu dihadapkan pada perubahan zaman. Untuk itu, mau tak mau pendidikan harus didisain mengikuti irama perubahan tersebut, apabila pendidikan tidak didisain mengikuti irama perubahan, maka pendidikan akan ketinggalan dengan lajunya perkembangan zaman itu sendiri. Siklus perubahan pendidikan pada diagram di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut ; Pendidikan dari masyarakat, didisain mengikuti irama perubahan dan kebutuhan masyarakat. Misalnya; pada peradaban masyarakat agraris, pendidikan didisain relevan dengan irama perkembangan peradaban masyarakat agraris dan kebutuhan masyarakat pada era tersebut. Begitu juga pada peradaban masyarakat industrial dan informasi, pendidikan didisain mengikuti irama perubahan dan kebutuhan masyarakat pada era industri dan informasi, dan seterusnya. Demikian siklus perkembangan perubahan pendidikan, kalau tidak pendidikan akan ketinggalan dari perubahan zaman yang begitu cepat. Untuk itu perubahan pendidikan harus relevan dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat pada era tersebut, baik pada konsep, materi dan kurikulum, proses, fungsi serta tujuan lembaga-lembaga pendidikan.
Sementara Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia11, pemahaman berarti “Memahamkan” maksudnya mempelajari baik-baik supaya paham.” Sedangkan Keagamaan berasal dari kata agama, yang artinya “Segenap kepercayaan (kepada Tuhan, dewa dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Harun Nasition menjelaskan bahwa Agama berasal dari kata Al din, religi dan agama. Al din berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa arab kata ini mengandung pengertian menguasai menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan. Dari kata religi (latihan, relegere) berati mengumpulkan dan membaca. Kemudian relege berati mengikat.12
PP. No. 55 tahun 2007 menjelaskan bahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Sedangkan Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.13
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama dan keagamaan
Dalam PP. No. 55 tahun 2007 pasal 2 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa : Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antarumat beragama. Sedangkan tujuan pendidikan agama untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia
Dari tujuan dan fungsi pendidikan agama dan keagamaan makna pendidikan mampu dipahami, tidak sampai tereduksi atau distorsi menjadi sekadar pengajaran. Padahal, Pembukaan UUD 1945 —bagian dari konstitusi kita yang dianggap paling bertuah daripada batang tubuhnya sendiri— disebutkan poin utama pendidikan kita adalah “....untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.” Ini jelas mengandaikan adanya transformasi nilai-nilai yang positif yang melampaui dari peran yang dimainkan sekolah. Menurut Azyumardi Azra, perbedaan antara pendidikan dan pengajaran  terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran  dan kepribadian anak didik  di samping transfer ilmu dan keahlian. Dengan proses semacam ini, suatu negara-bangsa (state-nation) dapat mewariskan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dan keahlian kepada generasi mudanya, sehingga benar-benar siap menyongsong kehidupan.14 Totalitas pendidikan, dalam konteks ini, meliputi semua jenis pendidikan: “informal,” “formal,” dan “non-formal.” Ketidakberdayaan sistem pendidikan kita secara umum terletak pada penyempitan makna pendidikan sekadar menjadi pengajaran yang kental nuansa formalnya
Dengan demikian, kurikulum, silabus dan materi ajar yang terangkum dalam tujuan instruksional khusus dan umum menjadi penting untuk dicermati mengingat sistem pendidikan agama telah dikonstruks dalam bentuk yang formal. Ada tiga persyaratan pokok pembentukan kurikulum yang ideal; Pertama, bersifat universal agar bisa berinteraksi dengan peradaban sejagad; Kedua, bersifat developmental  dan efektif karena harus memperhitungkan tugas perkembangan manusia dari segi kebutuhan dan minat; Dan ketiga, mempunyai relevansi dengan budaya yang sesuai dengan domain di mana ia beroperasi.15 Bila kurikulum pendidikan agama tidak sesuai dengan realitas sui generis Indonesia yang plural, baik dari latar belakang agama, etnik, ras maupun budaya, maka dikhawatirkan akan makin menebalkan sikap ekslusivistik peserta didik dalam melihat pemeluk agama lain.

KESIMPULAN
Pengembangan pendidikan agama dan keagamaan pada sekolah mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) terutama pada standar isi, standar proses pembelajaran, standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana pendidikan. Pengembangan pendidikan agama Islam pada sekolah juga mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Pendidikan keagamaan pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Jauh sebelum Indonesia merdeka, perguruan-perguruan keagamaan sudah lebih dulu berkembang. Selain menjadi akar budaya bangsa, agama disadari merupakan bagian tak terpisahkan dalam pendidikan. Pendidikan keagamaan juga berkembang akibat mata pelajaran/kuliah pendidikan agama yang dinilai menghadapi berbagai keterbatasan. Sebagian masyarakat mengatasinya dengan tambahan pendidikan agama di rumah, rumah ibadah, atau di perkumpulan-perkumpulan yang kemudian berkembang menjadi satuan atau program pendidikan keagamaan formal, nonformal atau informal.

DAFTAR PUSTAKA


Bahtiar Effendy, “Menumbuhkan Sikap Menghargai terhadap Pluralisme Keagamaan: Dapatkah Sektor Pendidikan Diharapkan?”, dalam Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan: Perbincangan Mengenai Islam, Masyarakat Madani dan Etos Kewirausahaan (Yogyakarta: Galang Press, 2001),
Dr. Kautsar Azhari Noer, “Pluralisme dan Pendidikan di Indonesia: Menggugat Ketidakberdayaan Sistem Pendidikan Agama,” dalam Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia (Yogyakarta: Institut Dian/Interfidei,  2001),
Nurcholish Madjid, “Masyarakat Madani dan Investasi Demokrasi: Tantangan dan Kemungkinan,” dalam Ahmad Baso, Civil Society versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), h. 23-24. 
Dirjen Bimbaga Islam, Depag R I , 1986
W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN Balai Pustaka,1984
UUD 1945, Undang-Undang Republik Indonesia dan Perubahannya, (Penabur Ilmu, 2004)
Modul Orientasi Pembekalan Calon PNS, Basic Kompetensi Guru, (Jakarta : Departemen Agama Republik Indonesia, 2004), hal. 1
Conference Book, London,1978 : hal. 15-17
Kamus umum bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta : 2008
PP. Pendidikan agama dan keagamaan. No. 55
Azyumardi Azra, “Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik,” dalam Jurnal Madrasah vol. 1, No. 2, 1997, hal. 19.
Prof. Dr. Hasan Langgulung, MA, “Kata Pengantar”, dalam Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed., Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), hal. xviii.
W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka,1984), h. 250
UUD 1945, Undang-Undang Republik Indonesia dan Perubahannya, (Penabur Ilmu, 2004)h. 3
Modul Orientasi Pembekalan Calon PNS, Basic Kompetensi Guru, (Jakarta : Departemen Agama Republik Indonesia, 2004),
Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995),
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam,(Jakarta : Kencana, 2004),

1 Pemahaman terhadap tugas kenabian ini didasarkan pada sebuah hadis Rasulullah yang berbunyi bahwa sesungguhnya Nabi diutus ke dunia dengan mengemban misi untuk menyempurnakan akhlak manusia.


2 Bahtiar Effendy, “Menumbuhkan Sikap Menghargai terhadap Pluralisme Keagamaan: Dapatkah Sektor Pendidikan Diharapkan?”, dalam Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan: Perbincangan Mengenai Islam, Masyarakat Madani dan Etos Kewirausahaan (Yogyakarta: Galang Press, 2001), h. 44.  


3 Kautsar Azhari-Noer membedakan arti pluralitas dengan pluralisme. Pluralisme dan pluralitas sering dianggap memiliki arti sama, yaitu keadaan yang bersifat plural, jamak atau banyak. Menurut Kautsar, pluralisme lebih menunjuk adanya suatu sikap yang mengakui sekaligus menghargai, menghormati, memelihara dan mengembangkan atau memperkaya keadaan yang bersifat plural, jamak atau banyak (Dr. Kautsar Azhari Noer, “Pluralisme dan Pendidikan di Indonesia: Menggugat Ketidakberdayaan Sistem Pendidikan Agama,” dalam Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia (Yogyakarta: Institut Dian/Interfidei,  2001), h. 872. 
Cak Nur, dalam konteks ini, memaknai pluralisme tidak sekadar dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, terdiri dari berbagai agama dan suku, karena justru hanya mengesankan adanya fragmentasi. Pluralisme, menurut Cak Nur, harus dipahami sebagai “pertalian sejati kebhinne-kaan dalam ikatan-ikatan keadaban” (genuine engagement of diversities within the bond of civility). Lebih darpada itu, pluralisme adalah suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia, antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya. Lihat Nurcholish Madjid, “Masyarakat Madani dan Investasi Demokrasi: Tantangan dan Kemungkinan,” dalam Ahmad Baso, Civil Society versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), h. 23-24. 


4 Nurcholish Madjid pernah menyatakan bahwa orang yang menolak pluralisme berarti menentang takdir Tuhan. Cak Nur —panggilan akrab beliau— seringkali menyatakan  bahwa pluralisme adalah sunnatullah. (Qs. Al-Hujurat: 13 yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seeorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu (Al-Qur’an dan Terjemahnya, Mujamma’ al-Malik Fahd li Thiba’at al-Mushaf as-Syarif Madinah, 1419H, h. 847. 



5 Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007
Tentang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan

6
Dirjen Bimbaga Islam, Depag R I , 1986 hal.10

7
W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka,1984), h. 250

8
UUD 1945, Undang-Undang Republik Indonesia dan Perubahannya, (Penabur Ilmu, 2004) hal. 3

9
Modul Orientasi Pembekalan Calon PNS, Basic Kompetensi Guru, (Jakarta : Departemen Agama Republik Indonesia, 2004), hal. 1

10
Conference Book, London,1978 : hal. 15-17

11
Kamus umum bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta : 2008

12
Depag RI, 1986 hal. 10

13
Pendidikan agama dan keagamaan PP. No. 55 Pasal 1 & 2

14
Azyumardi Azra, “Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik,” dalam Jurnal Madrasah vol. 1, No. 2, 1997, hal. 19.


15
Prof. Dr. Hasan Langgulung, MA, “Kata Pengantar”, dalam Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed., Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), hal. xviii.


6 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Peluang pengembangan Pendidikan agama dan keagamaan katolik

    BalasHapus
  3. peluang pengembangan pendidikan agama dan keagamaan katolik

    BalasHapus
  4. lebih khususnya peluang pengembangan pendidikan keagamaan katolik

    BalasHapus
  5. Awalnya aku hanya mencoba main togel akibat adanya hutang yang sangat banyak dan akhirnya aku buka internet mencari aki yang bisa membantu orang akhirnya di situ lah ak bisa meliat nmor nya AKI NAWE terus aku berpikir aku harus hubungi AKI NAWE meskipun itu dilarang agama ,apa boleh buat nasip sudah jadi bubur,dan akhirnya aku menemukan seorang aki.ternyata alhamdulillah AKI NAWE bisa membantu saya juga dan aku dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik berkat bantuan AKI NAWE dgn waktu yang singkat aku sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup ,kita yang penting kita tdk boleh putus hasa dan harus berusaha insya allah kita pasti meliat hasil nya sendiri. siapa tau anda berminat silakan hubungi AKI NAWE Di Nmr 085--->"218--->"379--->''259'

    BalasHapus